Minggu ini Tiongkok mengeluarkan dua keputusan penting
yang merupakan bagian dari sebuah legislasi untuk melindungi lingkungan dan
ekosistem yang ada. Setelah bertahun-tahun mendapat kritik dari komunitas
internasional (meskipun kadang terasa tidak adil mengingat catatan buruk yang
juga dimiliki oleh negara-negara lain), Tiongkok akhirnya menanggapi dan mulai
menetapkan perubahan-perubahan penting.
Bagian pertama dari legislasi ini adalah perubahan pada
undang-undang lingkungan dengan memberi hukuman berat kepada perusahaan-perusahaan
penghasil polusi. Nama perusahaan penghasil polusi juga akan diumumkan untuk
memberi efek jera dan individu yang bertanggung jawab untuk polusi dapat
menghadapi hukuman hingga lima belas hari penjara. Yang terpenting adalah batasan
hukum yang ditempatkan untuk denda bagi penghasil polusi, sehingga kemungkinan
besar meniadakan masalah ‘eksternal’ yang biasa dihadapi oleh undang-undang
lingkungan. Di banyak negara termasuk Tiongkok sebelum revisi ini, denda
terhadap polusi lingkungan sangat kecil sehingga lebih menguntungkan bagi
perusahaan untuk tetap menghasilkan polusi lalu membayar denda dan
menganggapnya sebagai biaya bisnis. Namun, dengan dihilangkannya batasan denda
pada legislasi baru Tiongkok, maka aktivitas polusi dapat dibuat tidak
menguntungkan. Kini semuanya ada di tangan politisi Tiongkok untuk mengesahkan
legislasi ini.
Bagian kedua dari legislasi ini berkaitan dengan
kebiasaan Tiongkok dalam menggunakan spesies terancam dalam makanan dan
obat-obatan mereka. Hal ini adalah salah satu dari budaya Tiongkok yang telah
lama menjadi sorotan dunia. Target dari undang-undang yang baru adalah memberi
ancaman hukuman penjara hingga sepuluh tahun bagi siapa saja yang secara
sengaja mengonsumsi produk yang dibuat dari spesies terancam. Mengingat pasar
obat-obatan Tiongkok adalah salah satu penggerak perdagangan spesies terancam,
maka undang-undang ini dapat memiliki dampak yang positif terhadap ekosistem di
seluruh dunia. Tentu saja semua itu kembali bergantung pada ketegasan para
politisi untuk menegakkan undang-undang ini.
Kita masih harus menunggu untuk melihat undang-undang ini
dijalankan. Namun setidaknya ini adalah langkah pertama ke arah yang tepat.
Negara-negara barat selama beberapa tahun belakangan ini, telah menganut paham laissez-faire
(tidak ikut campur) terhadap
undang-undang lingkungan setelah mengalami resesi. Pemerintah konservatif bahkan melihatnya sebagai ‘pita merah’ dan mengancam
untuk mengurangi kekuatan undang-undang lingkungan demi membantu rekan-rekan
bisnis mereka. Pada saat yang sama, Tiongkok, sebuah negara yang biasanya
memiliki catatan lingkungan yang buruk, dan kerap dianjurkan untuk membuat
perubahan dan mengambil peranan dalam perubahan iklim global, kini memberi
contoh untuk diikuti negara-negara maju dan berkembang lain.
Di negara-negara barat ada ideologi bahwa perubahan
lingkungan dapat dicapai tanpa sebuah perubahan sistematis, melainkan cukup
melalui kegiatan dan pilihan pribadi. Jika kita dapat meyakinkan beberapa orang
untuk membuat pilihan pribadi yang tepat, secara kolektif kita melindungi
lingkungan. Itu merupakan pendekatan yang salah mengingat polusi yang ada
kebanyakan dihasilkan oleh tekanan sistematis dari sistem kapitalis untuk
menghasilkan keuntungan. Maka satu-satunya cara kita dapat benar-benar
melindungi lingkungan adalah melalui tindakan tegas pemerintah dan
perundang-undangan yang memberi hukuman yang berat sehingga memaksa penghasil
polusi untuk mencari cara lain. Tiongkok mulai melakukan hal tersebut. Akankah
dunia mengikuti contoh ini?
Diterjemahkan dari Bahasa Inggris, artikel asli
di publikasikan tanggal di 15.05.2014: http://annie65j.blogspot.com/2014/05/a-brighter-future-in-china.html
[ melindungi lingkungan dan ekosistem, komunitas internasional, perubahan pada undang-undang lingkungan, polusi lingkungan ]