Untuk pertama kalinya
universitas-universitas di Inggris mengalami penurunan jumlah pendaftaran
mahasiswa baru seperti yang dilansir dalam surat kabar New York Times
baru-baru ini. Hal ini bukan terjadi pada kalangan mahasiswa asal Inggris yang
masih memanfaatkan pinjaman sebesar £9.000 untuk membayar uang kuliah tahunan,
karena diberitahu bahwa untuk mendapatkan pekerjaan diperlukan gelar sarjana
(dan kemudian mendapati kenyataan setelah lulus bahwa tidak ada pekerjaan yang
tersedia bagi para sarjana baru ini). Namun, pada mahasiswa asing yang mulai
kehilangan kepercayaan pada sistem pendidikan Inggris, khususnya program
magister satu tahun yang mayoritas mahasiswanya adalah mahasiswa asing.
Universitas-universitas di Inggris mulai
khawatir karena para mahasiswa asing membayar biaya kuliah yang lebih mahal dibandingkan
dengan mahasiswa lokal, untuk bisa menikmati sistem pendidikan di Inggris. Hal
tersebut tampak seperti permasalahan intinya, bukan hanya biaya kuliah yang
memang sudah tinggi, melainkan juga meroket dengan cepat dalam kurun waktu lima
tahun belakangan, ketika pemerintah menaikkan batas atas biaya yang dapat
dikenakan oleh universitas. Meskipun keadaannya juga memburuk bagi mahasiswa
lokal, patut diingat bahwa mahasiswa asing yang berasal dari negara-negara
persemakmuran dan negara berkembang lain seperti Tiongkok telah lama menjadi
sapi perah dari sistem perguruan tinggi di Inggris - membayar mahal bagi kelas-kelas
yang tidak persiapkan dengan baik, kurang anggaran hanya demi kebanggaan
belajar di Inggris. Mereka bahkan tidak memiliki kemudahan pinjaman biaya
kuliah yang dinikmati oleh mahasiswa asal Inggris.
Kenaikan biaya pendidikan akhir-akhir ini
bagi mahasiswa lokal dan asing merupakan bagian dari proyek neoliberal yang
bertujuan melebur pendidikan ke dalam sistem ekonomi kapitalis yang sebelumnya
berhasil ditolak sampai taraf tertentu. Pendidikan di Inggris (dan banyak
negara lain) kini dipandang sebagai bisnis belaka daripada sarana pemenuhan kebutuhan
intelektual. Fakultas-fakultas yang berfokus pada bidang-bidang yang dianggap
bermanfaat secara ekonomi (seperti bisnis, kimia, fisika, dll.) mendapat
dukungan anggaran, sementara bidang lain yang dianggap tidak berguna di dunia
modern (seperti sastra Inggris, sejarah, filosofi, dll) mengalami pemotongan
anggaran. Sementara itu, para mahasiswa dipaksa untuk melihat universitas
sebagai 'investasi' yang tersedia bagi mereka yang memiliki uang atau yang
bersedia terikat pada utang, yang tentu saja membuat harapan mereka berubah. Tak
jarang para dosen bercerita tentang mahasiswa yang menuntut nilai sempurna
untuk apa pun yang mereka kumpulkan karena mereka merasa 'telah membayar
mahal'.
Yang luput dari catatan surat kabar New
York Times adalah kemungkinan bahwa para mahasiswa asing kini semakin sadar
bahwa universitas hanya memandang mereka penting dari sisi nilai ekonomi.
Harapan, mimpi, dan masa depan para mahasiswa ini dianggap tidak penting.
Mereka hanya dipandang sebagai angka-angka pada laporan keuangan, pihak
universitas baru memerhatikan saat para
mahasiswa ini tak lagi muncul pada laporan keuangan. Harapannya, semoga
turunnya jumlah mahasiswa ini bersumber dari kesadaran bahwa sistem pendidikan
Inggris kini tak lebih dari sebuah bisnis yang mengeksploitasi mahasiswa (juga
para profesor dan dosen yang digaji murah).
Semoga penurunan jumlah mahasiswa ini akan
menjadi langkah pertama dari perubahan pada sistem pendidikan di universitas.
Kita harus menganjurkan orang-orang untuk belajar karena kecintaan mereka pada
ilmu bukan sekadar melihat segala sesuatu sebagai perhitungan langkah ekonomi
atau menganjurkan mahasiswa untuk melihat dunia sebagai kompetisi tak berujung
antara diri mereka dan orang ain. Orang-orang yang miskin di seluruh dunia
perlu kita bantu untuk dapat mengenyam pendidikan di universitas dan meraih
tujuan-tujuan mereka, alih-alih hanya sekadar menambah gemuk rekening milik
universitas.
Diterjemahkan dari Bahasa Inggris, artikel asli
di publikasikan tanggal di 28.04.2014: http://annie65j.blogspot.com/2014/04/education-economics-or-exploitation.html
universitas-universitas di Inggris, penurunan jumlah pendaftaran mahasiswa baru, New York Times, program magister, mahasiswa asing
No comments:
Post a Comment