Wednesday, March 26, 2014

Rumah Tak Berpenghuni di Eropa

Sebuah laporan baru memperlihatkan bahwa diperkirakan ada 11 juta rumah-rumah kosong tersebar di seluruh Eropa jumlah ini lebih dari cukup untuk menampung seluruh populasi tunawisma di Eropa, karena jumlah rumah kosong hampir tiga kali lipat dari jumlah tunawisma.  Ada 3,4 juta properti yang kosong di Spanyol, 2 juta lebih di Prancis dan Italia, 1,8 juta di Jerman, dan 700.000 di Inggris Raya.  Ditambah dengan jumlah yang lebih sedikit di  Portugis, Irlandia, Yunani, dan beberapa negara-negara lain, sehingga jumlah seluruhnya sungguh  mencengangkan.  Kalau angka ini kita bandingkan dengan sekitar 4,1 juta tunawisma lebih dari empat juta orang yang tinggal di jalanan secara terus-menerus, atau di berbagai rumah singgah, dan tempat penampungan yang tidak aman.

Memang, rumah-rumah kosong tidak serta merta cocok dihuni tunawisma.  Kebanyakan dari rumah-rumah kosong tersebut belum pernah dihuni sama sekali, karena dibangun sebagai rumah liburan atau berlokasi jauh di pedesaan sebelum krisis finansial mengguncang pasar.  Akibatnya rumah-rumah tadi tak berpenghuni, mulai rusak, dan kebanyakan belum terhubung dengan air bersih dan listrik.  Apalagi populasi tunawisma tersebar di banyak negara Eropa, sedangkan rumah-rumah kosong tersebut kebanyakan berada di lima negara terkaya. Namun, kebanyakan dari bangunan ini dibeli sebagai investasi oleh tuan tanah yang tidak ada di tempat, dan merasa lebih mudah untuk membiarkan properti miliknya tetap kosong (agar terhindar dari urusan perbaikan, aturan sewa-menyewa, mengambil uang sewa, dan lain sebagainya) sembari menunggu naiknya harga bangunan, yang merupakan saat tepat untuk menjual kembali properti mereka dan mendapatkan keuntungan.

Hal ini jelas-jelas merupakan praktik memperoleh keuntungan dengan cara yang tidak etis, apalagi kalau dilihat dari prioritas kita dalam hidup bermasyarakat, menjajarkan antara rumah-rumah kosong dengan tunawisma adalah hal sangat menyedihkan.

Alih-alih menyelesaikan masalah tunawisma dengan mencari cara agar rumah-rumah yang kosong tersebut bisa dihuni, pemerintah justru mempersulit masalah ini. Contohnya di Inggris Raya, pemerintah baru saja menyetujui undang-undang antipendudukan rumah kosong (anti-squatting law) yang melarang seseorang secara sadar memasuki rumah kosong dan menetap di dalamnya.  Undang-undang ini dimaksudkan untuk menghentikankelompok anarkisdan para imigran Eropa Timur untuk menduduki rumah-rumah yang ditinggal pemiliknya pergi berlibur selama dua minggu. Tentu saja, situasi ini tidak pernah terjadi, namun undang-undang tersebut juga melarang tunawisma untuk tinggal di gedung-gedung yang dibiarkan kosong selama berbulan-bulan atau bertahun-tahun oleh pemiliknya. Sebelumnya para tunawisma dapat tinggal di gedung-gedung semacam itu, setidaknya untuk beberapa minggu, sebelum diusir dengan perintah pengadilan; kini, hal tersebut merupakan pelanggaran hukum, dan polisi dapat segera mengusir mereka.

Kita dapat melihat bahwa melalui undang-undang seperti inilah ideologi properti milik pribadidigunakan untuk memastikan bahwa si miskin tetap miskin dan si kaya tetap kaya.   Hanya mereka yang sangat kaya yang bisa memiliki tanah dan rumah; hanya mereka yang kaya yang membiarkan beberapa rumah milik mereka kosong sambil menunggu pasar kembali pulih. Jika ada yang mencoba mengubahnya, maka akan disambut dengan seruan properti milik pribadi!”  Hal ini menyebabkan warga miskin dan kelas menengah untuk berpikir tentu saya tidak mau orang lain datang dan mengambil properti saya.Namun, mereka lupa bahwa ada perbedaan besar antara seseorang yang memiliki rumah kecil, mobil, dan sebuah televisi, dengan tuan tanah yang tidak di tempat dan memiliki lebih dari satu properti.

Pemerintah seharusnya mulai memperlakukan rumah sebagai sumber penting yang harus dimiliki semua orang, bagian dari HAM, sama seperti air atau pangan.  Pemerintah perlu mengembangkan peraturan yang menganjurkan tuan tanah untuk menyewakan rumah-rumah kosong dengar harga wajar (hal ini dapat dicapai dengan mudah melalui semacam kode pajak properti tertentu dan peraturan pengendali sewa-menyewa).  Dengan demikian, rumah-rumah kosong dapat dimanfaatkan dalam membantu masyarakat untuk berdikari dan bisa mencari nafkah kembali. Jika ini dilakukan, kita akhirnya akan memiliki pemerintah yang prorakyat, bukan yang prokapitalisme.


Diterjemahkan dari Bahasa Inggris, artikel asli di publikasikan tanggal di 13.03.14: 
http://annie65j.blogspot.com/2014/03/the-shame-of-europes-empty-houses.html

rumah-rumah kosong Eropa, populasi tunawisma di Eropa, masalah tunawisma, imigran Eropa Timur

No comments:

Post a Comment